Wamenag: Perlu Inovasi dalam Berdakwah di Era Digital

0
94

Utamanya pada pengembangan literasi di media digital.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi mengimbau kepada para ormas Islam, seperti NU dan Muhammadiyah untuk mengimbangi konten dakwah di media digital yang disebarkan gerakan Islamis yang berbeda pandangan dalam memahami ideologi negara. Menurut dia, dalam mengembangkan dakwah di era di digital ini perlu inovasi dan kreasi.

“Saya kira perlu ada inovasi dan kreasi di dalam membangun dakwah di bidang digital itu. Utamanya pada pengembangan literasi di media digital,” ujar Zainut dalam acara Bedah Buku Kontestasi Ideologi Politik yang digelar BLAJ di Jakarta Pusat, Kamis (10/11/2022).

Selain itu, Zainut juga menyarankan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk merumuskan kebijakan revitalisasi dan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

“BPIP perlu mengembangkan program pembudayaan Pancasila dengan menerjemahkan Pancasila dari tataran konseptual ke tataran operasional. Program tersebut perlu dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat, utamanya generasi muda,” ucap dia.

Program moderasi beragama harus terus digaungkan dalam rangka membendung dominasi gerakan-gerakan radikal yang mengancam eksistensi NKRI. “Dalam konteks ini, Kementerian Agama RI akan membentuk duta moderasi beragama di ruang publik digital yang melibatkan generasi muda, kaum santri dan mahasiswa,” kata Zainut

Kepala BLAJ Balitbang Diklat Kemenag Samidi Khalim menjelaskan, buku berjudul Kontestasi Ideologi Politik Gerakan Islam Indonesia di Ruang Publik Digital ini merupakan pengembangan karya ilmiah disertasi Zainut Tauhid saat meraih gelar doktor di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurut dia, buku ini hadir sebagai bentuk kontestasi ideologi.

“Karena memang di era digital ini tidak hanya menciptakan melahirkan ruang publik baru untuk mengekspresikan aktivitas keagamaan, bahkan ideologi-ideologi keagamaan pun juga muncul di ruang publik baru ini,” ujar Samidi.

Menurut dia, hal ini merupakan suatu tantangan tersendiri dan bahkan juga menjadi ruang kontestasi wacana keagamaan dan ideologi. Seperti di media sosial, kata dia, kini telah bertransformasi menjadi ruang penafsiran teks Alquran maupun hadits.

“Ini merupakan ruang yang sangat terbuka. Bahkan, siapapun bisa mengakses dan bisa memberikan komentar yang kadang kala kita sangat miris,” kata Samidi.

Samidi menambahkan, hasil penelitian Wamenag ini dilakukan saat masih ada HTI dan FPI sebelum dibubarkan oleh pemerintah. Kendati demikian, buku ini belum kedaluwarsa. “Meskipun secara kelembagaan telah dibubarkan, tetapi namanya ideologi itu tidak pernah mati. Mereka masih berseliweran di dunia digital,” jelas dia.



Sumber Berita

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here