Semi sang Sembah

0
310

Cahaya matahari yang mengintip di sela-sela pepohonan menerangi pagi di awal musim semi. Salju-salju yang menggelayut di pepohonan dan yang terbaring diatas tanah perlahan meleleh dan mengalir ke sungai. Bunga beraneka warna bermekaran dan unjuk muka mencari perhatian kupu-kupu. Aku selalu suka musim semi.

Aku tinggal di pinggir hutan, ditengah rimbunnya pohon birch dan pinus. Tidak jauh dari sini, terdapat jalan raya yang selalu dipenuhi mobil berlalu lalang membelah sebuah kawasan ladang gandum. Aku sangat suka tinggal disini. Udara yang segar, lingkungan yang asri, serta tetangga yang menyenangkan. Setiap hari, aku mencari makanan dengan berburu hewan-hewan kecil di hutan. Meski tidak seberapa, bagiku sudah cukup asal bisa mengganjal lapar dan tetap bertahan hidup.

Seekor kupu-kupu terbang di hadapanku. Ia terbang meliuk kesana kemari mengikuti harum bunga yang bermekaran. Dengan anggun Ia hinggap diatas mahkota bunga dan menghirup nektarnya, membantu bunga mengalami penyerbukan. Seekor lagi lewat, mengikuti kupu-kupu sebelumnya. Mereka berkejaran, terbang beriringan. Indah sekali. Tanpa sadar, seekor burung kecil menyambar salah satu kupu-kupu itu dengan paruhnya. Burung itu mencabik-cabik si kupu-kupu dangan cakarnya hingga tak berbentuk. Aku terus memerhatikan. Burung itu membawa kupu-kupu di cakarnya terbang ke salah satu dahan pohon. Disana telah menunggu burung lain yang berkicau memanggilnya. Mereka bersahutan. Si burung yang pertama menghampiri burung itu dan membagi kupu-kupu di mulutnya. Mereka memakannya bersama.

Ah, iya. Sekarang memang musim semi. Musim yang dijadikan oleh sebagian besar hewan sebagai musim kawin. Dimana-mana terlihat hewan-hewan yang berduaan ataupun memperebutkan pasangan. Semua pemandangan itu menambah keindahan musim semi ini. Ah, aku selalu suka musim semi.

***

Matahari telah tergelincir dan bersiap untuk tenggelam di ufuk barat, dan aku belum juga mendapatkan hasil buruan hari ini. Perutku benar-benar kosong, aku mulai lemas. Cahaya senja matahari yang melewati pepohonan menciptakan bayangan panjang yang terlihat misterius. Saat aku merasa sudah mencapai batasnya, aku menghentikan langkah. Memutuskan untuk menghentikan perburuan. Aku terduduk di bawah sebuah pohon pinus. Lelah sekali. Saking lelahnya aku merasa agak mengantuk. Sepertinya lebih baik tidur untuk melupakan rasa lapar ini.

Rasa kantukku tiba-tiba menghilang ketika indraku menegang. Aku merasa ada sesuatu yang mengawasiku. Benar saja, dibalik dedaunan semak dihadapanku, ada sepasang mata yang menatap mtajam ke arahku. Aku memasang posisi siaga. Tanganku teracung kedepan. Aku tidak bisa melihat jelas sosoknya karena tersembunyi dibalik gelapnya bayang-bayang pepohonan. Perlahan-lahan, pemilik sepasang mata itu mulai bergerak mendekatiku. Tubuhku semakin menegang, aku membetulkan posisi, tetap siaga.

Ketika jarak diantaranya denganku semakin menipis, cahaya matahari yang menyelip diantara pepohonan menyinarinya. Membuat wajahnya terlihat jelas. Cantik. Wajah itu cantik sekali. Aku menghela napas, menurunkan lenganku yang teracung ke depan. Ternyata itu si cantik, perempuan yang kerap kali kutemui di dalam hutan ketika sedang berburu. Dia melangkah mendekatiku dan memintaku agar tenang, bilang bahwa dia tidak bermaksud jahat. Lalu ia ikut duduk di sebelahku.

Meski sering bertemu. Aku hampir tidak pernah berbincang dengannya. Aku sendiri bahkan tidak tahu siapa namanya. Makanya aku hanya menjulukinya si cantik. Seperti saat ini, Aku dan dia hanya saling berdiam diri. Sama-sama menatap langit yang semakin jingga. Burung-burung kembali ke sarangnya dan bertemu keluarga mereka. Serangga malam yang mulai berisik. Kunang-kunang yang mulai memancarkan cahaya kelap-kelip di ekornya. kelelawar yang unjuk kemampuan terbangnya. mereka semua melakukan itu untuk menarik hati pasangannya. Benar, sekarang memang sedang musim semi. Semua pemandangan itu membuatku mengalihkan pandangan ke dia yang sedang duduk di sebelahku. Matanya masih menatap jauh melihat semua pemandangan itu.

Sebenarnya, bagaimana aku menganggapnya selama ini?

Bukan siapa-siapa?

Aku tidak tahu. semua pemandangan musim semi ini telah memabukkanku. Dan tanpa pikir panjang menghabiskan malam bersamanya.

***

Cahaya mentari pagi menyiram kanopi hutan. Suara si cantik yang memanggilku dengan nada riang itu berhasil membangunkanku dari tidur. Dia terlihat sangat bahagia. Aku belum pernah melihat ekspresi wajahnya yang seperti itu. Dengan gembira, dia mengatakan bahwa telah mengandung dari apa yang kulakukan semalam. Mendengar itu, rasa senangku pun turut membuncah.

Setelah beberapa saat mengekspresikan kebahagiaan itu, kami berdua saling tatap. Aku benar-benar sangat bahagia. Dia mulai meraup wajahku dengan kedua tangannya, dan membawaku ke pelukannya. Aku sangat bahagia. Pelan-pelan, ia mulai mengunyah kepalaku dengan mulutnya hingga kesadaranku buyar. Ia memakan kepalaku. Karena belalang sembah betina butuh nutrisi untuk telur-telur yang ditetaskannya dari belalang sembah jantan. Aku sangat bahagia, tugasku sebagai belalang sembah selesai sampai disini. Sebelum kesadaranku benar-benar hilang, aku skali lagi berpikir. Ah, musim semi memang musim yang indah.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here