Peringkat satu wisata halal ingin diraih Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno menargetkan Indonesia dapat menduduki peringkat pertama wisata halal dunia dalam Global Muslim Travel Index (GMTI). Saat ini, Indonesia pada GMTI 2022 masih menduduki peringkat kedua dengan skor 70 di bawah Malaysia.
“Saya sudah sampaikan ke tim kecil, untuk tahun 2025 kita berhasil tingkatkan nilai kita dari 70 ke 75. Mudah-mudahan ini bisa membawa kita menjadi peringkat pertama,” kata Sandiaga di Jakarta, Rabu (21/9/202).
Sandiaga menuturkan, posisi Indonesia yang semakin maju di bidang wisata halal pun sejalan dengan kemajuan ekosistem syariah di Indonesia. Islamic Finance Country Index 2021 mencatat Indonesia sebagai negara dengan keuangan syariah terbaik di tingkat global.
Ke depan, kata Sandiaga, untuk memperkuat daya saing pariwisata halal, Indonesia harus dapat beradaptasi secara cepat dengan tren pariwisata saat ini. Terutama dalam sistem pembayaran digital yang mempermudah aktivitas wisata.
Bank Indonesia telah menggunakan QR Code Indonesia Standard (QRIS) sebagai sistem pembayaran digital dengan nilai transaksi saat ini telah tembus Rp 39 trliun dan digunakan 19 juta merchant.
Menurut Sandiaga, sistem itu harus dapat dikoneksikan ke sistem pembayaran digital beberaga negara yang mempermudah wisatawan asing yang ingin mengunjungi destinasi wisata ramah muslim di Tanah Air.
Di sisi lain, Sandiaga juga kembali mendorong para wisatawan lokal untuk memprioritaskan destinasi-destinasi wisata halal di dalam negeri dari luar negeri.
Kemenparekraf bersama KNKS juga telah meluncurkan buku panduan Lima Destinasi Super Prioritas Ramah Muslim di Indonesia yang dapat membantu para pelaku wisata maupun wisatawan.
Terdapat banyak destinasi wisata ramah muslim di lima destinasi super prioritas seperti di Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.
“Harapan kami akan tergerak semuanya untuk membangun extended services (wisata halal) dan bisa menyambut tamu yang baik dari seluruh Indonesia,” ujarnya.
CEO CresscentRating and Halal Trip, Fazal Rahardeen, menjelaskan, setidaknya ada empat tantangan utama dalam pengembangan wisata halal di setiap negara.
Pertama, tantangan akses dengan bobot 10 persen. Persoalan akses menyangkut kemudahan visa, konektivitas antar destinasi serta infrastrutkur transportasi.
Kedua, ihwal komunikasi dengan bobot 20 persen. “Bagaimana mereka bisa mempromosikan destinasi wisata ke pasar luar negeri sebagai destinasi ramah muslim?” ujarnya.
Ketiga, pihaknya juga menaruh perhatian besar pada aspek lingkungan dan keamanan yang memiliki bobot hingga 30 persen. GMTI akan melihat secara detail persoalan keberlanjutan pengelolaan lingkungan hingga keamanan bagi para wisatawan.
“Apakah ada kejahatan, kebencian terhadap umat Islam? Anda melihat itu di seluruh dunia saat ini. Islamofobia. Itu juga kita lihat,” ujarnya.
Terakhir dan yang paling terpenting soal ketersediaan jasa layanan wisata dengan bobot 40 persen. Ketersediaan layanan menjadi hal inti dalam menjamin kenyamanan wisatawan pada umumnya.
Dalam hal wisata ramah muslim, layanan berupa tempat ibadah, hotel dan bandara, hingga makanan halal harus tersedia.