Risalah Sahabat: Kontribusi Prof Syihabuddin Qalyubi dalam Studi Islam dan Arab

0
108

Prof Syihabuddin Qalyubi merupakan salah satu akademisi dan ulama kontemporer

Oleh : Kepala BPIP dan mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof KH Yudian Wahyudi, BA, BA, Drs, MA, PhD

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Prof Syihab (panggilan akrab Prof KH Syihabuddin Qalyubi, BA, Drs, Lc, MAg, Dr) adalah kakak kelas saya di Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga (IAIN Suka), Yogyakarta. 


Prof Syihab adalah angkatan 1972, sedangkan saya angkatan 1979.  Prof Syihab meraih BA (Sarjana Muda) pada 1975, sedangkan saya 1982. 


Prof Syihab meraih Drs. (Doctorandus di Belanda setara dengan MA di Barat seperti Inggris, Amerika Serikat/AS, Kanada dan Australia). Prof Syihab termasuk salah satu lulusan Fakultas Syariah yang tepat waktu, tidak seperti saya yang tertunda 2 (dua) tahun. 


Saya baru wisuda Sarjana Lengkap (sebagai  terjemahan Doctorandus) 1987, padahal seharusnya , seperti Akh Minhaji, 1985. 


Prof Syihab melanjutkan ke Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, hingga meraih gelar Lc (Licence, gelar akademik Perancis, yang setingkat dengan BA). Di sisi lain, keinginan saya untuk kuliah di Al-Azhar kandas: tidak diijinkan oleh ayah karena Mesir sedang perang melawan Israel karena khawatir kena peluru nyasar. 


 Dengan perspektif maqashid syariah, Prof Syihab mendahulukan akal (ilmu) dan kehormatan atas nyawa. Di sisi lain, ayah saya lebih memprioritaskan keselamatan jiwa saya daripada akal dan kehormatan (gelar Lc).


Sebagai mahasiswa Indonesia di Mesir, Prof Syihab tentu memiliki banyak keunggulan. Pertama, bahasa Arabnya lebih mahir dan fasih. Empat tahun (1978-1982) di Mesir merupakan masa yang lebih dari cukup untuk “menatifkan” kemampuan bahasa Arab yang beliau bawa sejak dari pesantren.  


Kedua, keislamannya semakin absah karena dididik ulama, khususnya kaum Sunni tingkat dunia. Ketiga, memiliki kesempatan untuk berlibur musim panas ke Eropa (Jerman, Luxembourg dan Belanda), dengan biaya pribadi. 


Keempat, keunggulan lain, yang tidak dimiliki oleh banyak mahasiswa yang kuliah di luar negeri, Prof Syihab adalah Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pelajar Indonesia (Sekjen PPI) Mesir 1980-1982. Seperti Prof Syihab, saya pernah menjadi Ketua PERMIKA-Montreal (Persatuan Mahasiswa Indonesia Kanada di Montreal, 1994) dan The Founding President of Indonesin Academic Society, Montreal, Kanada (1998-1999).  


Pengalaman memimpin yang diraih sama-sama setelah Sarjana Lengkap, tetapi beda level di luar negeri. Prof Syihab meraih jabatan itu sebagai mahasiswa Sarjana Muda (Lc), sedangkan saya sebagai mahasiswa S3 (PhD student). 


Sepulang dari Mesir dengan gelar tambahan Lc, Prof. Syihab tidak langsung menjadi dosen di Fakultas Adab UIN Suka, tetapi harus merangkak dari karyawan, sebagai staf administrasi Lembaga Bahasa IAIN Suka (1984) kemudian Kepala Departemen Perpustakaan dan Laboratorium Bahasa, Lembaga Bahasa IAIN Suka (1988-1989). 


Baca juga: Dulu Panas Dengar Alquran, Mualaf Veronica Bersyahadat Justru Berkat Surat Al Fatihah 


Setelah berjuang 5 (lima) tahun sebagai pegawai barulah Prof  Syihab diangkat menjadi dosen. Dengan bahasa maqashid syariah, Prof Syihab, ternyata, mengalami keterbalikan prioritas gelar Lc., sebenarnya, tidak beliau butuhkan untuk mendapatkan jabatan (kehormatan atau al-‘irdu) dosen. 


Untuk menjadi dosen di IAIN Suka waktu itu harus, minimal, doctorandus, sedangkan Lc  hanyalah nafilah (nilai tambah, nilai plus).  Di sinilah terlihat hikmah saya tidak diperbolehkan ayah untuk kuliah di Al-Azhar, Mesir, tetapi diterima di Program Pembibitan Calon Dosen IAIN se-Indonesia, suatu program unggulan yang dicanangkan Menteri Agama Munwir Sjadzali, MA.  (yang kemudian Prof Dr) dengan “tangan kanannya” Dr  Zamakhsjari Dhofier (Pak Zam) guna memperbaiki nasib dan mutu alumni IAIN, khususnya Sarjana Lengkap.       


 



Sumber Berita

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here