Masjid Ishomaki luruskan kesalahpahaman tentang Islam dan Muslim.
REPUBLIKA.CO.ID,ISHINOMAKI — Sebuah masjid di pelabuhan perikanan di sudut timur laut Jepang ini kemungkinan tampak aneh bagi sebagian orang. Akan tetapi tidak bagi banyak Muslim dari Indonesia, Bangladesh, dan tempat lain yang bekerja sebagai peserta pelatihan teknis di industri makanan laut dan konstruksi lokal.
Dilansir dari laman Asahi Shimbun pada Rabu (21/9/2022), Masjid tersebut selesai dibangun pada Juli. Itu merupakan landasan penting dari kehidupan sehari-hari komunitas Muslim, saat adzan orang-orang muda dengan pakaian etnis memasuki gedung dengan kubah putih. Sementara Wanita berjilbab meletakkan sajadah untuk shalat di luar gedung.
Di samping itu, lebih dari 100 orang hadir di Masjid Ishinomaki untuk merayakan Hari Raya Kurban. Itu merupakan salah satu peristiwa terpenting bagi umat Islam, musim panas ini.
Sebagian besar orang datang ke Jepang dari Indonesia dan tempat lain untuk bekerja di pabrik pengolahan makanan laut, operator kapal penangkap ikan, dan industri konstruksi.
Pekerja teknis semakin diperlukan untuk kota pelabuhan yang menghadap Samudra Pasifik ini. Tempat itu telah mengalami krisis tenaga kerja sejak bencana gempa bumi dan tsunami 2011 yang merenggut sekitar 20 ribu jiwa.
Seorang warga Bangladesh berusia 51 tahun yang menjalankan sebuah perusahaan konstruksi kecil telah membangun masjid. Peserta pelatihan dan lainnya muncul di lokasi pembangunan dengan sepeda pada hari libur untuk membantu mengecat dan menyiangi rumput.
Dia prihatin dengan prasangka publik terhadap Islam di Jepang ketika memulai proyek pembangunan masjid. Dia mengunjungi kantor kota dan asosiasi lingkungan setempat sebelumnya, memberi tahu mereka bahwa fasilitas itu tidak memiliki hubungan dengan ekstremis atau teroris sama sekali.
Rencananya, masjid tersebut akan diperluas nantinya untuk mengakomodasi perpustakaan dan restoran yang menyajikan makanan yang disiapkan khusus untuk umat Islam secara halal.
“Saya berharap pembentukan ini dapat memberikan wadah bagi mereka dari berbagai negara dan budaya untuk saling berinteraksi sehingga dapat memperdalam saling pengertian,” kata dia.
Sementara itu, sebagai awak kapal pukat selama tujuh tahun, seorang warga Indonesia mengaku pekerjaannya berat. Saat ia merindukan kampung halamannya, masjid seperti rumah yang jauh dari rumah baginya untuk melihat rekan-rekannya dari tempat kerja lain.
“Dulu saya tidak punya pilihan selain pergi ke masjid di Sendai dengan kereta api untuk shalat Jumat,” kata Seorang warga Indonesia berusia 27 tahun menjelaskan bahwa masjid itu penting baginya.