Ada 7 ayat pada 4 surat di dalam Alquran yang berbicara riba, masalah, dan solusinya.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Syamsul Yakin
Setidaknya ada tujuh ayat pada empat surat di dalam Alquran yang berbicara tentang riba. Ketujuh ayat ini dianggap representatif untuk membedah pengertian riba, masalah, dan solusinya. Apalagi jika setiap ayat turut pula dirujuk tafsirnya, misalnya tafsir mufradat seperti Tafsir Jalalain atau tafsir lokal seperti Tafsir Munir karya Syaikh Nawawi.
Riba, menurut pengarang Tafsir Jalalain, adalah tambahan dalam muamalah dengan uang dan bahan makanan, baik mengenai banyaknya maupun mengenai waktunya. Inilah celaan Allah bagi pemakan riba, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS al-Baqarah/2: 275).
Menurut Syaikh Nawawi, masalah riba terjadi karena pemakan riba atau orang yang melakukan riba mengaggap riba itu halal. Maka itu, solusi yang Allah berikan untuk memperoleh keuntungan halal adalah dengan jual beli, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS al-Baqarah/2: 275.
Apalagi harta riba itu akan Allah musnahkan. Allah tegaskan, “Allah memusnahkan riba.” (QS. al-Baqarah/2: 276). Bagi Syaikh Nawawi, harta hasil riba itu akan dimusnahkan di dunia dan tidak diterima di akhirat. Seperti kata Ibnu Abbas bahwa Allah tidak menerima haji dan zakat jihad dan silaturahim pelaku riba.
Solusi yang diberikan dalam ayat ini agar harta bertumbuh adalah dengan sedekah, “Dan (Allah) menyuburkan sedekah.” (QS. al-Baqarah/2: 276). Menurut Syaikh Nawawi, yang dimaksud Allah menyuburkan sedekah adalah Allah memberkahi harta yang dikeluarkan sedekahnya, baik di dunia maupun di akhirat.
Untuk itu bagi pelaku riba yang ingin tobat, hendaknya tak meneruskan praktik riba tersebut, seperti saran Allah, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS al-Baqarah/2: 278). Menurut pengarang Tafsir Jalalain, ayat ini turun terkait sebagian sahabat yang masih saja menuntut riba di masa lalu, walaupun riba itu sudah dilarang.
Untuk itu secara lebih praksis، Allah memberi ancaman sekaligus solusi, “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu. Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS al-Baqarah/2: 279).
Letak keharaman riba, seperti diungkap Alquran sendiri, adalah pelipatgandaan, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Ali Imran/3: 130). Menurut Syaikh Nawawi, praktik pelipatgandaan ini terjadi sejak zaman jahiliyah. Untuk itu agar beruntung, Allah memberi solusi bertakwa kepada Allah, yang artinya hindarilah riba agar selamat dari azab Allah.
Selanjutnya, Allah mengilustrasikan akibat yang didapat bagi pemakan riba, “Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. al-Nisaa/4: 161). Siksa yang pedih ini, menurut Syaikh Nawawi, mereka akan rasakan di akhirat.
Ayat terakhir ini, yakni yang berbicara tentang riba, memberi solusi untuk meraih harta yang bertambah adalah dengan membayar zakat, “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS al-Ruum/30: 39). Zakat yang dimaksud dalam ayat ini, menurut Syaikh Nawawi, adalah sedekah sunah (sedekah) bukan sedekah wajib (zakat).
Inilah tujuh ayat pada empat surat di dalam Alquran yang berbicara mengenai riba, masalah, dan solusinya yang ditulis berdasarkan nomor surat terkecil (al-Baqarah) hingga nomor surat terbesar (al-Ruum). Semoga berbuah ilmu dan hikmah.