“Dengan latar belakang keilmuan para mahasiswa yang berbeda, arsitektur dan teknik mesin, nilai penting yang ditumbuhkan, sehingga berhasil menjuarai kompetisi ini, yaitu nilai kolaborasi. Bagaimana caranya antara satu sama lain dapat saling menerapkan ide dan gagasan masing-masing,” kata Dekan FTUI, Prof. Dr. Heri Hermansyah, ST di kampus UI Depok, Jumat.
Menurut dia, FT UI memupuk dan mendorong semangat kerja sama dan kolaborasi antara mahasiswa, baik dalam kegiatan penelitian maupun kompetisi untuk menghasilkan inovasi-inovasi unggul dan berdampak bagi masyarakat.
American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE) 2022, menganugerahkan gelar terhormat bagi Nadhira Izzatur (Arsitektur 2018), Sutan Azhari (Arsitektur 2018), Harrys Argaditya (Arsitektur 2019), Bagus Rangin (Teknik Mesin 2018), Edward Joshua (Teknik Mesin 2018), dan Rizki Ramadhan (Teknik Mesin 2018), yang mewakili Indonesia pada kompetisi ASHRAE 2022.
Tim UI berpartisipasi pada cabang Integrated Sustainable Building Design (ISBD) yang mencakup bidang arsitektur, teknik mesin, dan teknik elektro. Peserta kompetisi diminta untuk mendesain bangunan berlokasi di Sydney, New South Wales, Australia, yang memenuhi standar ASHRAE.
Selain itu, rancangan bangunan tersebut juga harus mampu mengurangi emisi karbon dioksida dengan signifikan untuk mewujudkan bangunan yang ramah lingkungan atau Zero Net Energy Building (ZEB).
Tim UI mengajukan desain proyek gedung kesenian UTS Art Center, University of Technology Sydney. Tim membuat desain bangunan dua lantai untuk pusat kesenian seluas 23.000 meter persegi dengan memanfaatkan energi dari matahari dan angin.
Ada lima strategi hemat energi yang digagas tim UI, tempat parkir sepeda, fasad gedung yang performatif, penempatan panel solar, pembuatan roof garden, dan penempatan vertical green pada fasad gedung.
“Untuk menambahkan estetika pada bangunan, tim mengadopsi bentuk atap rumah suku Aborigin Australia yang berbentuk bulat untuk mempercantik gedung pada bagian fasad berbentuk melengkung. Selain itu, kami juga memanfaatkan rumput asli Australia pada roof garden. Dengan luas green roof 7400 m2, gedung ini berpotensi menyerap 13,8 ton CO2 per tahun dan melepaskan sampai 10,6 ton O2 per tahun. Khusus untuk green roof kami menggunakan tanaman rumput asli Australia,” paparnya.
Ketua Program Magister Multidisiplin Perencanaan Wilayah Kota FTUI Dr Ova Chandra mengatakan Zero Net Energy Building kalau diartikan secara harfiah adalah bangunan no energy. Dalam hal ini, bangunan yang mampu mereduksi kebutuhan energi secara efisien dan menyeimbangkan sumber daya yang dipakai dengan sumber daya yang dihasilkan melalui sumber energi terbarukan.
Menurut dia, bangunan dengan konsep ZEB akan menghasilkan kebutuhan energi operasionalnya dari sumber-sumber energi terbarukan, seperti angin, air, matahari, dan lainnya.
Baca juga: Mahasiswa FTUI raih juara kompetisi arsitektur internasional
Baca juga: Mahasiswa FTUI berhasil raih tiga gelar kompetisi Net Zero Healthy Building