Tidak terasa, saat saya menulis ini, saya telah berada di penghujung perjalanan saya di As-Syifa yang 6 tahun lamanya. Sejak saya menginjakkan kaki pertama kali sebagai santri di depan asrama Hasyim Asy’ari—saya menangis waktu itu saat ditinggalkan mobil orangtua saya—hingga saat ini menunggu hari wisuda datang, banyak memori dan kenangan yang tersimpan baik di dalam benak saya.
Oya, perkenalkan, saya Ahsanul Iman, segera menjadi alumni As-Syifa dalam waktu dekat. Di tengah-tengah lab komputer yang dingin ini, izinkan saya bercerita tentang bagaimana saya bisa sampai disini, bertahan di ‘penjara suci’ ini selama 6 tahun.
Pagi itu cerah. Saya sedang berpikir di dalam mobil, bertanya-tanya dan berimajinasi tentang sekolah yang akan saya dan keluarga saya datangi untuk survei. Waktu itu jalan menuju Pos 4 dari jalan raya masih banyak lubang, mobil kami berjalan pelan sembari sesekali terguncang. Kami pun disambut oleh satpam yang menjaga gerbang, dan mempersilahkan kami masuk. Mata saya terpaku saat mobil kami menuruni tanjakan ke arah SMP, karena rindangnya pohon di kanan-kiri jalan. Kami parkir di depan asrama Hasyim Asy’ari, yang waktu itu kebetulan sedang kosong karena muridnya sedang sekolah. Kami disambut oleh salah satu ustadz disana, dan kami dipandu berkeliling area SMP. Saya pun terpikat dengan kebersihan tempatnya, dan ibu saya juga menyukainya. Ibu saya terlihat bercakap-cakap dengan ustadz yang memandu kami, dan ketika kami rasa puas, kami berpamitan dan pulang.
Saat hasil ujian masuk sudah diumumkan, saya dihadapkan dengan 2 pilihan: Ambil yang Husnul Khatimah atau yang As-Syifa. Sebenarnya saya lebih condong ke Husnul Khatimah karena sekolah tersebut sudah terkenal akan alumninya yang sudah banyak melanglang buana ke banyak negara, juga dengan Husnul Khatimah yang waktu itu lebih dikenal daripada As-Syifa. Namun, karena pertimbangan jarak—rumah saya lebih dekat ke As-Syifa— juga dengan pertimbangan biaya—As-Syifa lebih murah sedikit, saya dan ortu memilih untuk melanjutkan daftar ulang ke As-Syifa, dan tidak melanjutkan ke Husnul Khatimah.
Hingga tiga tahun penuh saya belajar di SMP As-Syifa, dan banyak hal-hal fundamental yang saya pelajari disini, terkhususnya lewat tangan dingin Ust. Herdi, yang mendidik saya dan teman-teman dengan menggunakan prinsip-prinsip yang beliau pelajari saat berada di Akademi Militer. Mulai dari cara mencuci baju sendiri hingga bagaimana bergaul dengan teman seangkatan juga dengan orang lain dengan baik, kami mendapatkan banyak pelajaran hidup yang berharga.
Saya memutuskan untuk melanjutkan ke SMA As=Syifa, toh saya mendapatkan kuota PMDK—semacam jalur dalam bagi yang SMPnya di As-Syifa— dan saya juga malas untuk tes ini-itu. Dengan amannya masa depan saya di SMA, saya memiliki waktu kosong yang agak panjang setelah wisuda.
Saat pertama kali masuk SMA, saya dan teman-teman baru saya disambut dengan hal yang masih saya ingat hingga saat ini: Teriakan “Diam!” dari bang Bagas Satria saat kami berkumpul di masjid sehabis isya. Teriakan itu menandakan mulainya masa orientasi kami atau yang di As-Syifa di sebut Fantastic, walau gak terlalu ‘fantastik’ juga sebenarnya. Kami dituntut untuk memenuhi perintah korlap, kalau tidak dipush up. Sambutan yang unik.
Tahun pertama saya di SMA berjalan lancar hingga jadwal kepulangan pada bulan Maret 2020. Saat di rumah, saya baru tahu tentang COVID-19 yang sedang merebak di Wuhan, Cina. Dan qadarullah, sekolah menerbitkan SK bahwa kepulangan kembali ke asrama ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan, membuat saya dan teman-teman saya senang, mengira bahwa ini adalah tambahan liburan. Dan, oh, liburan ini bukanlah liburan yang bisa dinikmati seperti biasa. Saat mendengar bahwa sekolah akan melaksanakan PJJ, saya antusias karena ini pertama kalinya belajar dengan media laptop juga dengan aplikasi Zoom, walau lama-kelamaan saya merasa bosan dan letih karena belajar hanya dengan menatap layar laptop.
Hampir 2 tahun saya belajar di rumah, dan saya kembali ke asrama pada bulan Januari 2022. Saya bertemu dengan teman kamar saya yang baru—Fauwwaz, orangnya sopan sekali—juga bertemu dengan teman-teman pindahan dari sekolah lain. Sekarang bulan Maret 2022, dan saya juga lagi menunggu jas wisudanya datang. Warnanya merah marun, dan kami akan bangga memakainya saat akhir perjalanan kami nanti.
Banyak nilai-nilai moral yang saya pelajari disini, dan semoga Anda yang membaca dapat terinspirasi dari tulisan saya ini. Sekian, Wassalaamu’alaikum wr. wb.