Ketua PBNU Respons PN Jaksel yang Afirmasi Nikah Beda Agama

0
156

Nikah beda agama tidak sah menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrurrozi, menanggapi soal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memberikan izin kepada pasangan yang berbeda agama menikah.


Menurut fiqih Islam, ada pendapat ulama yang memperbolehkan pernikahan berbeda agama. “Ada pendapat ulama yang memperbolehkan pernikahan berbeda agama jika yang mempelai pria Muslim dan wanita Kristen asli secara turun-temurun, bukan murtad,” kata pria yang akrab disapa Gus Fahrur kepada Republika.co.id, Kamis (15/9/2022).


Namun, pernikahan tersebut tidak sah jika mengikuti aturan regulasi di Indonesia. “Pernikahan beda agama tidak sah secara aturan regulasi pernikahan di Indonesia yang berdasar pada Undang-Undang No.16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,” ujarnya.


Dalam pasal 2 ayat 1 UU itu dijelaskan, perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Kemudian dalam pasal 10 PP No.9 Tahun 1975 dinyatakan perkawinan baru sah jika dilakukan di hadapan pegawai pencatat dan dihadiri dua orang saksi.


“Dan tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Jadi, UU 1/1974 tidak mengenal perkawinan beda agama sehingga perkawinan antaragama tidak dapat dilakukan,” ucap dia.


Sedangkan dalil yang memperbolehkan menikah agama antara pria Muslim dan wanita ahli kitab tercantum dalam Surat Al Maidah ayat 5. Allah SWT berfirman:


اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖوَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ࣖ


“Pada hari ini dihalalkan bagimu segala (makanan) yang baik. Makanan (sembelihan) Ahlulkitab itu halal bagimu dan makananmu halal (juga) bagi mereka. (Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka) pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah beriman, maka sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”


Meski begitu, Gus Fahrur menyebut pernikahan seiman dan seagama tetap lebih baik dan aman demi menjaga keimanan anak dan cucu. Sebab kata dia, akan menyulitkan kondisi ke depannya bagi pasangan yang berbeda agama.


“Jika kondisi pasangan papanya Muslim dan ibunya Kristen, yang mungkin terjadi adalah hari Ahad anak-anak diajak sekolah Minggu oleh mama dan hari Jumat diajak ke masjid oleh papanya. Saat anaknya ke gereja, sang papa tidak tenang dan saat anak ke masjid sang mama gelisah. Tentu akan sulit sekali disatukan karena orang tua berbeda keyakinan dan perkembangan mental anak juga menjadi kurang baik,” tambahnya.


Sebelumnya, PN Jakarta Selatan mengizinkan pernikahan berbeda agama. Pasangan yang berinisial D dan J merupakan warga Kebayoran. Pengantin pria adalah Muslim dan wanita adalah Kristen. 


Mereka telah berpacaran sembilan tahun dan sepakat menikah menggunakan tata cara gereja Kristen. Kemudian pihak gereja mengeluarkan sertifikat piagam pernikahan. Sementara itu, PN Jakarta Selatan memerintahkan Dukcapil Jakarta Selatan mencatatkan pernikahan.    



Sumber Berita

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here