Pada 14 September, Dewan Kota meloloskan proposal untuk mencabut larangan burqa.
REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM — Para anggota dewan di Amsterdam telah mengambil langkah penting untuk mendorong penghapusan larangan burqa (pakaian penutup wajah) di Belanda. Larangan yang mulai berlaku di negeri kincir angin itu pada 2019.
Pada 14 September, Dewan Kota meloloskan proposal untuk mencabut larangan burqa, sebagaimana banyak orang menyebutnya. Proposal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum, tetapi diterima dengan mayoritas besar 35-10 di Dewan Kota Amsterdam. Wali Kota berikutnya, Femke Halsema, akan menyampaikannya ke Parlemen Belanda.
Anggota Dewan Kota, Sheher Khan dan Suleyman Koyuncu dari Partai Denk berbicara kepada Anadolu Agency tentang proposal yang berhasil, yang awalnya dibuat oleh partai mereka. Koyuncu mengatakan bahwa tujuan utama dari larangan tersebut adalah untuk mencegah wanita Muslim mengenakan cadar atau burqa.
“Setelah larangan ini diperkenalkan, orang ingin mengganggu Muslim bercadar dan mengadu ke polisi,” katanya, dilansir dari Middle East Monitor, Rabu (28/9/2022).
Dia menambahkan langkah selanjutnya setelah Dewan Kota meloloskan proposal untuk mendorong pencabutan undang-undang itu adalah Halsema mengajukannya ke Parlemen di ibukota administratif negara itu, Den Haag.
Diskriminasi, kekerasan terhadap perempuan Muslim
Koyuncu mengatakan sekitar 100 wanita memakai cadar di Belanda dan melihat peningkatan kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap Muslim bercadar. Menambahkan bahwa perempuan yang memakai cadar dihina dan menghadapi gangguan verbal dan fisik.
Dia juga mengatakan pada tahun-tahun awal pelarangan, beberapa orang Belanda menahan Muslim yang mengenakan cadar dengan kedok penahanan sipil, sampai polisi tiba.
“Kami ingin menghentikan meningkatnya Islamofobia di Eropa,” katanya.
Koyuncu menyebut undang-undang itu diperkenalkan di bawah tekanan dari partai sayap kanan Belanda sehingga upayanya kini adalah untuk menghentikan islamofobia. “Kami bertujuan menghentikan meningkatnya islamofobia di Belanda dan Eropa melalui Parlemen yang menerima mosi tersebut,” ujarnya.
Dia menambahkan, meskipun undang-undang tersebut tampaknya ditujukan untuk masyarakat umum, pada kenyataannya, undang-undang tersebut menargetkan wanita Muslim secara khusus.