Beasiswa LPDP: Antara Hadiah Dan Hutang
Hampir setiap orang menginginkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Sejak penerapan otoritas kampus sesuai dengan UU no 12 Tahun 2012 pasal 64 tentang Pengelolaan Perguruan Tinggi tentang Akademik dan Non Akademik. Jadi, kampus mempunyai kewenangan dalam mengatur segala aspek akademik dan non akademik.
Sokongan dana dari pemerintah tidak besar membuat kampus harus mencari dana lain dalam menjalankan operasional.
Biaya mahal dalam menempuh pendidikan memang menjadi momok menakutkan bagi calon mahasiswa, termasuk saya saat itu. Hal menjengkelkan yang dialami mahasiswa tahun 2015 adalah pembayaran Uang Kuliah Tunggal. Kalau di kampus saya yang dulu, sistem Uang Kuliah Tunggal sudah diterapkan sejak tahun 2012.
Uang Kuliah Tunggal merupakan sistem pembayaran perkuliahan yang dibayarkan dalam 1 tahap setiap semester dan konsisten dengan jumlah yang sama. Hal ini membuat calon mahasiswa berfikir ulang untuk kuliah lagi.
Sistem Uang Kuliah Tunggal sudah diterapkan hampir semua kampus di Indonesia. Kecuali calon mahasiswa merupakan anak orang kaya, punya bisnis, atau mendapatkan beasiswa. Saya adalah mahasiswa yang masuk dengan sistem pembayaran Uang Kuliah Tunggal. Alhamdulillah saya mendapatkan beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang disingkat LPDP.
Beasiswa LPDP itu bukan hadiah dari negara, tapi hutang dari rakyat. Setiap tetes keringat rakyat yang bekerja tak kenal lelah dengan ikhlas membayarkan uang sebagai pajak negara. Uang rakyat yang masuk ke negara menjadi salah satu pendapatan utama uang negara yang akan dikelola oleh negara untuk dibelanjakan dalam bentuk APBN. 20% APBN untuk biaya pendidikan, dan dari 20% itu digunakan untuk membiayai pendidikan para anak negara yang mempunyai jiwa kepemimpinan dalam membangun negeri. Jadi, jangan pernah melenceng dari niat awal dalam mendapatkan beasiswa LPDP.
Banyak yang mengincar beasiswa ini. Setelah saya mengetahui dari sosialisasi, seminar, dan jaga stand pameran bahwa sebagian besar calon pendaftar beasiswa LPDP adalah ingin mendapatkan beasiswa LPDP karena semua ditanggung, termasuk biaya untuk 2 orang keluarga inti. Maka dari itu, banyak penerima beasiswa LPDP menikah sebelum berangkat ke kampus tujuan. Padahal awal April 2015, saya tidak begitu familiar mendengar beasiswa LPDP. Dalam fikiran saya hanyalah kuliah gratis. Dan ALLAH SWT memberikan jalan untuk saya.
Jujur, awalnya saya mendapatkan beasiswa LPDP sangat senang karena bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan tingkat magister dengan gratis. Namun setelah mengetahui bahwa sumber beasiswa itu dari uang rakyat, hati ini sungguh merasa teriris. Saya bisa hidup sampai saat ini dari setoran pajak mereka. Tapi, saya belum bisa membalas atas jasa-jasa rakyat.
Kuliah di IPB yang merupakan kampus penuh inovasi menjadikan saya menjadi insan yang ingin terus belajar. Program studi yang saya ambil berkaitan dengan dunia petani. Karena saya dibesarkan dari hasil pertanian, dan pernah mengabdikan diri selama 3 tahun untuk petani. Tak lupa saya mengasah ketrampilan dengan berorganisasi, diskusi, terjun ke masyarakat, menjadi relawan, mengikuti seminar yang mendukung keilmuan dan berjejaring. Saya berfikiran bahwa kuliah itu bukan tentang akademik saja, tapi tentang aspek sosial, peningkatan kapasitas diri, dan berjejaring sangat penting.
Saya berterima kasih kepada ALLAH SWT atas rezeki yang diberikan kepada saya, kepada kedua orang tua dan saudara-saudara saya atas dukungan moril, kepada para petani gula kelapa yang telah menyadarkan pikiran saya tentang pendidikan tinggi, kepada direktur LPPSLH Purwokerto atas izinnya, kepada dosen-dosen saya dari UNSOED atas rekomendasinya, dan kepada semua orang yang saya sayangi. Pesan saya, jika mempunyai niat yang baik, Insha Allah ada jalan.
Jangan pernah berbuat picik dan licik untuk mendapatkan beasiswa, karena semua akan kembali kepada calon pendaftar. Mari nyalakan lilin harapan, dan jangan pernah mengutuk kegelapan.
Demikianlah tulisan mengenai “Beasiswa LPDP: Antara Hadiah Dan Hutang” penulis dalam artikel ini adalah Diyah Kusuma Wardani, penerima beasiswa LPDP yang telah lulus kuliah di IPB.