Balikpapan, 3 Juni 2004. 17 tahun yang lalu, saya mengawali perjalanan sebagai pelaku sejarah yang tidak dikenal. 2 tahun lalu, saya seorang remaja labil memutuskan untuk masuk SMAIT Asy Syifa Boarding School. Disanalah saya mencari dan menemukan jati diri sebagai Rizki Putra Pratama.
Tahun ini, adalah tahun terakhir saya di SMA. Siswa kelas 12 diharuskan mengurangi kegiatan dan fokus menghadapi ujian. Banyaknya waktu luang membawa saya keperenungan yang mendalam, berusaha memvisualkan dan menjawab teka-teki “hari esok adalah misteri”, hingga akhirnya sang buah pikiran berlabuh di lautan kenangan, mengingat-ingat kembali apa yang sudah saya perbuat sejauh ini.
Satu jam yang lalu, saya kembali menyelami segara nostalgia. Semakin mendekapi dasar semakin saya sadar bahwa momen-momen selama di Asy Syifa adalah memori tak berlatar. Terlalu indah untuk sekedar menjadi cerita, terlalu tumpah untuk diubah menjadi kata. Hingga tiba waktunya untuk kembali ke permukaan, terlintas sorotan “malam penyanggahan”, ketika hukuman 50 seri terlupakan dan semua orang sepakat untuk melawan.
Sekarang, semuanya menjadi terang, tentang ambisi yang sempat hilang, tentang angan-angan yang dulunya serampangan, tentang semangat yang mendorong angkatan ini untuk melangkah dan kemana langkah ini mengarah.
Karenanya detik ini, saya percaya dalam 5-6 tahun lagi, angkatan ini menjadi bagian dari sejarah akan benar-benar terjadi, dengan melahirkan agen perubahan untuk bumi pertiwi, memberitakan pada seluruh penduduk negeri, bahwa ada seratus orang lebih yang siap menjadi bagian dan berkontribusi besar dalam bonus demografi.
Sebagaimana digemakan Bapak Proklamator Indonesia, di era awal kemerdekaan, di kala hangat – hangatnya semangat perjuangan, “JAS MERAH, Jangan sekali – kali meningalkan sejarah”. Oleh karena itu, besar keinginan saya untuk menjadi bagian dari mereka yang tidak melupakan siapa dan apa yang pernah ada. Tertanda, Rizki Atama, Fervour, Angkatan 10 As-Syifa.
gg
nais