Suara perempuan Afghanistan diminta AS digelorakan negara Muslim.
REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON—Utusan Khusus AS untuk Perempuan Afghanistan dan Hak Asasi Manusia, Rina Amiri menyerukan negara-negara mayoritas Muslim untuk menjadi pihak yang paling vokal untuk menyuarakan hak-hak perempuan dan hak asasi manusia di Afghanistan. Terutama Arab Saudi, karena Kerajaan adalah negara yang menjadi perhatian dunia Muslim secara keseluruhan.
“Aku muslim. Saya tahu dari pengalaman saya sendiri dan dari sejarah bahwa Islam adalah agama pertama yang memberikan hak-hak perempuan,”katanya dilansir dari Saudi Gazette, Jumat (26/8/2022).
“Islam adalah agama yang sangat selaras dengan hak asasi manusia dan hak-hak perempuan,”tambahnya.
Dia juga berharap agar lembaga-lembaga seperti GCC dan OKI dapat menunjukkan kepada warga Afghanistan bahwa mereka tidak ditinggalkan. Juga memperlihatkan bahwa saudara-saudara mereka di dunia Muslim mendukung dan membela hak-hak mereka dalam kerangka Islam.
Utusan AS memuji kontribusi Arab Saudi sebesar Rp 445 miliar untuk Dana Perwalian Kemanusiaan Afghanistan. Bantuan itu memang diperlukan untuk kebutuhan masyarakat di sana.
“Kami sangat berterima kasih atas semua proyek yang ada saat ini. Ini adalah pekerjaan yang harus kita lakukan bersama. Kita harus memberikan dukungan kepada penduduk Afghanistan dalam hal memenuhi kebutuhan dasar,”katanya.
Setahun setelah pengambilalihan Taliban, dia menggambarkan situasi hak asasi manusia di Afghanistan sebagai \l”tragedi besar.”
“Kami melihat bahwa 20 tahun upaya dan keterlibatan di Afghanistan telah menghasilkan populasi, khususnya perempuan di negara itu, yang menjadi pemimpin di setiap tingkat masyarakat, tingkat senior pemerintah, di parlemen, di garis depan masyarakat sipil. sebagai aktivis, dan dalam setiap profesi mulai dari hakim hingga dokter hingga insinyur,”jelasnya.
“Dalam satu malam, Taliban mengambil alih dan penduduk dilucuti dari setiap hak. Ini benar-benar perjuangan karena ada rasa frustrasi atas apa yang terjadi pada 40 juta warga Afghanistan dan keinginan untuk membantu mereka semua pada saat yang sama karena tindakan yang diambil oleh Taliban sendiri,”tambahnya.
Utusan khusus AS mengatakan situasinya semakin memburuk. “Sejak 23 Maret, setidaknya ada 16 dekrit yang membatasi hak perempuan dan anak perempuan, mulai dari mencegah mereka bekerja di banyak sektor, secara efektif melarang mereka mengenyam pendidikan menengah, hingga memperkenalkan langkah-langkah yang semakin regresif dalam hal cara mereka berpakaian dan melucuti mereka dari hampir setiap tingkat kebebasan, bahkan hak mereka untuk mobilitas,” katanya.
“Perempuan merasa bahwa mereka telah dimasukkan ke dalam penjara. Mereka telah kehilangan harapan bahwa mereka dapat diberi hak untuk masa depan mereka sendiri dan kapasitas mereka untuk membantu negara mereka sendiri,”tambahnya.