10 adab murid kepada guru yang perlu menjadi perhatian bersama.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Pengasuh Ponpes Al Hasani Kebumen Gus Fachrudin Achmad Nawawi menyampaikan penjelasan tentang adab seorang murid kepada guru. Mengutip pendapat Imam Al Ghozali, dia menjabarkan 10 adab murid kepada guru yang perlu menjadi perhatian bersama.
Kesepuluh adab tersebut ialah, pertama yakni mendahului beruluk salam. Kedua, tidak banyak berbicara di depan guru. Ketiga, berdiri ketika guru berdiri. Keempat, tidak berkata kepada guru, “Pendapat fulan berbeda dengan pendapat Anda.”
Kelima, tidak bertanya-tanya kepada teman duduknya ketika guru di dalam majelis. Keenam, tidak mengumbar senyum ketika berbicara kepada guru. Ketujuh, tidak menunjukkan secara terang-terangan karena perbedaan pendapat dengan guru.
Kedelapan, tidak menarik pakaian guru ketika berdiri. Kesembilan, tidak menanyakan suatu masalah di tengah perjalanan hingga guru sampai di rumah. Kesepuluh, tidak banyak mengajukan pertanyaan kepada guru ketika guru sedang lelah.
Gus Fachrudin juga memaparkan sebuah hadits yang berisi tentang keutamaan memuliakan guru. Dikatakan, “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar diutamakan pandangannya). (HR Ahmad)
Dalam konteks lembaga pendidikan seperti sekolah, Gus Fachrudin menuturkan, seorang guru saat di sekolah perlu membangun hubungan yang baik dengan murid, tanpa mengurangi wibawa. Menurut Gus Fachrudin, guru harus menjaga wibawa dengan tetap menjaga pola interaksi yang baik dengan muridnya.
Sebab, jika guru terlalu menjaga jarak dengan muridnya dalam hal interaksi, tentu sulit menanamkan akhlak yang mulia kepada murid. Bahkan tidak menutup kemungkinan, murid hanya baik di depan guru, tetapi jika di belakang guru, melakukan perbuatan tercela.
“Maka kalau dari awal sudah didasari dengan pola interaksi yang baik, murid pun akan menghormati, menerima arahan dan apa yang diajarkan oleh gurunya. Ini menjadi kunci keberhasilan guru dalam mendidik gurunya,” paparnya.
Menurut Gus Fachrudin, murid yang bandelnya keterlaluan juga tidak lepas dari pergaulannya di luar sekolah. Misalnya, mungkin murid tersebut memiliki masalah di rumahnya, dan tidak terkontrol oleh orang tuanya, sehingga terjerumus pada hal-hal yang tidak baik.
“Maka sebetulnya itu sudah lepas dari tanggung jawab guru. Berarti, ada yang tidak beres dalam pergaulannya, atau ada masalah di keluarganya sehingga dia frustasi. Ini bisa saja karena kurang kasih sayang orang tua,” kata dia.
Karena itu, Gus Fachrudin menuturkan, alangkah baiknya orang tua turut serta dalam mendidik anaknya dengan baik dan menambah wawasan akhlak yang lebih mendalam. Pemberian wawasan akhlak ini bisa dilakukan melalui pendidikan di madrasah atau lembaga pendidikan keagamaan.
“Kalau kita lihat, di zaman sekarang, kalau hanya di sekolah umum saja, anak-anak ini kan berbeda-beda. Anak (murid di sekolah umum) mungkin tahu tentang akhlak budi pekerti tetapi cara mengaplikasikannya itu sangat berbeda ketika belajar di madrasah atau sekolah agama yang ada di masyarakat,” tuturnya.
Dalam kondisi demikian, orang tua harus tetap mendorong anaknya untuk tetap belajar di madrasah yang memang mengajarkan berbagai aspek keagamaan. “Misal, kalau pagi di sekolah umum, lalu sorenya atau malamnya harus didorong untuk belajar tentang akhlak yang mendalam baik di lingkungan pesantren maupun di luar pesantren yang basis pendidikannya adalah agama,” ucapnya.